86BERITA// BINJAI -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Sumatera Utara, melaporkan adanya penatausahaan persediaan pada RSUD Dr Djoelham yang tidak tertib.
Dalam anggaran, BPK menemukan adanya pembelian obat dan alat kesehatan di RSUD DR Djoelham mencapai Rp 7.869.914.429, dari nilai total persediaan per 31 Desember 2020, mencapai Rp 10.130.313.118.
Berdasarkan hasil stock opname di gudang farmasi RSUD DR Djoelham Kota Binjai, pada 5 Februari 2021, terdapat 110 jenis obat yang kedaluwarsa senilai Rp 465.139.993, yang belum dimusnahkan sampai dengan saat ini.
Kemudian, pada tanggal 10 Februari 2021, ditemukan juga 133 obat kedaluwarsa dari tahun 2014, yang belum dimusnahkan senilai Rp 1.090.324.059.
Atas dasar ini, kondisi tersebut tidak sesuai dengan PP Nomor 71 tahun 2010 dan Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman teknis pengelolaan BMD, pasal 318 ayat 1.
Permasalahan tersebut mengakibatkan persediaan obat kadaluwarsa di RSUD DR Djoelham, disalahgunakan.
Direktur RSUD DR Djoelham, David mengakui bahwa adanya obat-obatan kadaluwarsa yang menjadi temuan BPK tersebut.
"Ya, memang ada temuan terkait dengan obat-obatan kadaluwarsa itu," kata dia via telepon, Rabu (28/7/2021).
Ia mengatakan, bahwa obat-obatan kadaluwarsa itu belum dapat dimusnahkan, lantaran harus melewati proses terlebih dahulu.
Walaupun, adanya ditemukan obat-obatan kadaluwarsa sejak tahun 2014 lalu. Dalam proses pemusnahan, kata dia diperlukan anggaran untuk memusnahkan seluruh obat tersebut.
"Harus melewati proses yang ada terlebih dahulu. Apalagi, kita juga butuh dana untuk melakukan pemusnahan," ujarnya.
David mengatakan, seluruh obat kadaluwarsa itu disimpan pada tempat yang berbeda dan tidak dipergunakan.
Akan tetapi, masyarakat pastinya tidak mengetahui secara detail, apakah obat-obatan yang digunakan oleh RSUD DR Djoelham sudah lewat masa konsumsi atau tidak.
"Kita pastikan tidak ada yang digunakan obat-obatan yang sudah kadaluwarsa itu," jelasnya.(Bj.01).